selamat datang CUPLIS5758

Selasa, 05 Maret 2013

hakikat mati

hakikat mati

Menurut para ulama kematian bukan sekadar ketiadaan atau kebinasaan belaka, tetapi sebenarnya mati adalah terputusnya hubungan roh dengan tubuh, terhalangnya hubungan antara keduanya, dan bergantinya keadaan dari suatu alam ke alam lainnya. Mati termasuk musibah terbesar, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutnya dengan nama musibah. Perhatikan firman-Nya,
"Lalu kamu ditimpa musibah kematian." (Al-Maa'idah: 106)
Dengan demikian, mati memang musibah terbesar dan bencana paling dahsyat.
Sungguh pun demikian, para ulama kita mengatakan bahwa ada musibah yang lebih besar daripada mati, yaitu lalai terhadap mati, tidak peduli, dan jarang memikirkannya, serta tidak beramal baik sebagai persiapan untuk menghadapi kedatangannya. Padahal, mati itu sendiri merupakan pelajaran bagi orang yang mau mengerti, sekaligus pemikiran bagi orang yang mau berfikir. Dalam sebuah khabar yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu wa Sallam dikatakan,
"Andaikan binatang ternak mengerti (pelajaran) dari kematian sebagannaim ijang kamu ketahui, niscaya tidak akan ada seekor binatang gemuk ilang bisa kanut makan." (menurut Al Albani dalam Adha Dha’ifah derajat hadis ini Dhaif sekali, Dhaif al Jami)
Riwayat lain menyebutkan bahwa seorang Badui berjalan mengendarai ontanya. Tiba-tiba onta itu jatuh tersungkur lalu mati. Maka Badui itu turun, mengitari kendaraannya dan bertanya-tanya, "Kenapa kamu tidak mau berdiri? Kenapa tidak mau bangkit? Anggota tubuhmu masih lengkap, dan seluruh alat indramu masih utuh, tapi mengapa? Apa yang membuatmu begini? Apa yang menjadikanmu bisa berdiri, dan apa yang membuatmu sekarang tersungkur? Dan, apa yang telah mencegahmu untuk bergerak?" Akhirnya, onta yang sudah tidak bernyawa itu pun ditinggalkannya. Dia pulang sambil tetap terheran-heran memikirkan kejadian itu.
Sebagai renungan, mari kita baca syair tentang seorang tokoh pemberani yang tiba-tiba mati,
Sebelum kematiannya tiba,
pertanda telah datang mengabarinya, 
ia jatuh terkapar,
terhenyak pada tangan dan mulutnya.
Dia enyahkan baju besi dan tombaknya. 
Lalu bentangkan jasad,
terlentang dada tengada
bagai kayu besar terbelah dua.
O, kasihan!
Penunggang kuda ksatria, 
Ada apa denganmu?
Kekuatan sirna dan tak bkara.
Ini, dua tangannya. Ini, semua raganya. 
Tidak satu pun terluka 
Tidak tercerai juga.
O, betapa pedih tiada kata!
Jika Allah menjatuhkan qadar-Nya. 
Musibah besar menghampiri Anda,
tatkala tidak mengagungkan-Nya.
Kematian adalah berita nyata Kita di sini menjadi saksi. 
Betapa dahsyat ketika terjndi.
Namun ingin slalu ingkar.

keinginan untuk mati

At-Tirmidzi Al-Hakim Abu Abdillah meriwayatkan dalam Nawadir Al Ushul; Telah bercerita kepada kami, Qutaibah bin Sa'id dan AL-Khathib bin Salim, dari Abdul Aziz Al-Majisyun, dari Muhammad bin Al-Muakadir, dia berkata, Salah seorang anak dari Nabi Adam Alaihissalam meninggal dunia. Maka beliau berkata, 'Hai Hawa, anakmu telah mati.'
"Apa mati itu?" tanya Hawa.
Nabi Adam menjawab, "Tidak makan, tidak minum, tidak berdiri dan tidak duduk." Maka Hawa pun menangis keras. Akhirnya, Nabi Adam berkata, "Hindari dirimu dan anak-anak perempuanmu dari tangis keras, aku dan anak-anakku tidak bertanggung jawab atas hal itu." (Isnadnya Shahih Maqthu, karena Muhammad bin Al-Muakadir tergolong tabi'in yang tsiqat. Tapi matannya agak aneh, seakan-akan diambil dari cerita)

Ref : At Tadzkirah fii Ajwaali Mautaa wa Umuuri Al Akhirat, Imam Syamsuddin al Qurthubi
Adapun mengenai siapakah yang mengingiakan mati, maka ada riwayat dari Sahal bin Abdullah At-Tusturi, bahwa dia berkata, "Tidak ada yang menginginkan mati kecuali tiga kelompok; 
Orang yang tidak menyadari tentang hal-hal yang bakal terjadi setelah mati, atau 
orang yang lari dari takdir-takdir Allah yang telah ditetapkan pada dirinya, atau 
orang yang rindu dan ingin bertemu dengan Allah Azza wa Jalla."
Ada riwayat lain mengatakan bahwa ketika Malaikat Maut datang kepada Nabi Ibrahim, Khalil Ar-Rahman, untuk mencabut nyawanya, beliau berkata, "Hai Malaikat Maut, pernahkan kamu melihat seorang kekasih mencabut nyawa kekasihnya?"
Atas pertanyaan itu Malaikat Maut bergegas menemui Tuhannya. Dan Tuhan pun berfirman kepadanya, "Katakan kepadanya, pemahkah kamu melihat seorang kekasih yang tidak ingin bertemu dengan kekasihnya?"
Malaikat Maut itu pun kembali menemui Nabi Ibrahim, dan kali ini beliau berkata, "Cabutlah nyawaku sekarang juga!"
Dan kata Abu Ad-Darda' Radiyallahu Anhu "Tidak seorang pun yang
beriman, kecuali dia meyakini bahwa mati adalah lebih baik baginya. Barangsiapa tidak percaya kepada ucapaaku, maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Tarala  telah berfirman,
"Dan apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti." (Ali Imran: 198).
Dan firman-Nya pula,
"Dan janganlah sekali-kali orang-orang yang kafir itu menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka." (Ali Imran: 178).
Begitu pula Hayan bin Al-Aswad berkata, "Mati adalah jembatan yang mengantarkan seorang kekasih kepada Kekasihnya."

Ref : At Tadzkirah fii Ajwaali Mautaa wa Umuuri Al Akhirat, Imam Syamsuddin al Qurthubi

1 komentar:

  1. mudah'' khisnul khotimah,., amin allahumma amin!!! amin ya allah ya robbal alamin,.,.

    BalasHapus