selamat datang CUPLIS5758

Kamis, 14 Februari 2013

kemendikbud

Tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

SEJARAH
Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Pada prakemerdekaan pendidikan bukan untuk mencerdaskan kaum pribumi, melainkan lebih pada kepentingan kolonial penjajah. Pada bagian ini, semangat menggeloraan ke-Indonesia-an begitu kental sebagai bagian dari membangun identitas diri sebagai bangsa merdeka. Karena itu tidaklah berlebihan jika instruksi menteri saat itu pun berkait dengan upaya memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan bagi sekolah untuk mengibarkan sang merah putih setiap hari di halaman sekolah, menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga menghapuskan nyanyian Jepang Kimigayo.
Organisasi kementerian yang saat itu masih bernama Kementerian Pengajaran pun masih sangat sederhana. Tapi kesadaran untuk menyiapkan kurikulum sudah dilakukan. Menteri Pengajaran yang pertama dalam sejarah Republik Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Pada Kabinet Syahrir I, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr. Mulia melakukan berbagai langkah seperti meneruskan kebijakan menteri sebelumnya di bidang kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, serta menambah jumlah pengajar.
Pada Kabinet Syahrir II, Menteri Pengajaran dijabat Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober 1946. Selanjutnya Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Soewandi hingga 27 Juni 1947. Pada era kepemimpinan Mr. Soewandi ini terbentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hadjar Dewantara. Panitia ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan pengajaran baru.
Era Demokrasi Liberal (1951-1959)
Dapat dikatakan pada masa ini stabilitas politik menjadi sesuatu yang langka, demikian halnya dengan program yang bisa dijadikan tonggak, tidak bisa dideskripsikan dengan baik. Selama masa demokrasi liberal, sekitar sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet Natsir yang terbentuk tanggal 6 September 1950, menunjuk Dr. Bahder Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K). Mulai bulan April 1951 Kabinet Natsir digantikan Kabinet Sukiman yang menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr. Bahder Johan menjabat Menteri PP dan K sekali lagi, kemudian digantikan Mr. Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki Sarino Mangunpranoto, dan Prof. Dr. Prijono.
Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era ini adalah lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan yaitu UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri era demokrasi parlementer, digantikan era demokrasi terpimpin. Di era demokrasi terpimpin banyak ujian yang menimpa bangsa Indonesia. Konfrontasi dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, sampai peristiwa G30S/PKI menjadi ujian berat bagi bangsa Indonesia.
Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960, status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda. Menteri Muda Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono, Menteri Muda PP dan K dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat dipegang Sujono.
Era Orde Baru (1966-1998)
Setelah Pemberontakan G30S/PKI berhasil dipadamkan, terjadilah peralihan dari demokrasi terpimpin ke demokrasi Pancasila. Era tersebut dikenal dengan nama Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Kebijakan di bidang pendidikan di era Orde Baru cukup banyak dan beragam mengingat orde ini memegang kekuasaan cukup lama yaitu 32 tahun. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kewajiban penataran P4 bagi peserta didik, normalisasi kehidupan kampus, bina siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau EYD, kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa, merintis sekolah pembangunan, dan lain-lain. Pada era ini tepatnya tahun 1978 tahun ajaran baru digeser ke bulan Juni. Pembangunan infrastruktur pendidikan juga berkembang pesat pada era Orde Baru tersebut.
Menteri pendidikan dan kebudayaan di era Orde Baru antara lain Dr. Daud Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr. Faud Hassan, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, dan Prof. Dr. Wiranto Aris Munandar
Era Reformasi (1998-2011)
Setelah berjaya memenangkan enam kali Pemilu, Orde Baru pada akhirnya sampai pada akhir perjalanannya. Pada tahun 1998 Indonesia diterpa krisis politik dan ekonomi. Demonstrasi besar-besaran di tahun tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan jabatannya. Kabinet pertama di era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu 1999 yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional dengan menunjuk Dr. Yahya Muhaimin sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Pada tahun 2001 MPR menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam sidang istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Di era pemerintahan Presiden Megawati, Mendiknas dijabat Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc.
Pemilihan Umum 2004 dan 2009 rakyat Indonesia memilih presiden secara langsung. Pada dua pemilu tersebut Susilo Bambang Yudhoyono berhasil terpilih menjadi presiden. Selama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mendiknas dijabat Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA. Dan Prof. Dr. Ir. Mohammad Nuh. Pada tahun 2011 istilah departemen diganti menjadi kementerian dan pada tahun 2012 bidang pendidikan dan kebudayaan disatukan kembali menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

VISI
Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia yang Cerdas dan Berkarakter Kuat
MISI
  • Meningkatkan KETERSEDIAAN layanan pendidikan dan kebudayaan;
  • Memperluas KETERJANGKAUAN  layanan pendidikan dan kebudayaan;
  • Meningkatkan KUALITAS layanan pendidikan dan kebudayaan;
  • Mewujudkan KESETARAAN dalam memperoleh layanan pendidikan dan kebudayaan;
  • Menjamin KEPASTIAN / KETERJAMINAN memperoleh layanan pendidikan;
  • TugasdanFungsiKementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    Tugas : Menyelenggarakan urusan di bidang pendidikan dan kebudayaan dalam Pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
    Fungsi :
    1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan dan Kebudayaan;
    2. Pengelolaan barang milik negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
    3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
    4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di daerah;
    5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.



    TENAGA PENDIDIK
    • GURU
    Belajar Mengajar
    Definisi guru diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.
    Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 ayat 1)
    Peranan guru sangat penting dalam dunia pendidikan karena selain berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik, guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya.
    Guru terdiri dari guru pegawai negeri sipil (PNS) dan guru bukan pegawai negeri sipil. Guru bukan PNS dapat melakukan penyetaraan angka kredit fungsional guru. Penetapan jabatan fungsional Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil dan angka kreditnya, bukan sebatas untuk memberikan tunjangan profesi bagi mereka, namun lebih jauh adalah untuk menetapkan kesetaraan jabatan, pangkat/golongan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sekailgus demi tertib administrasi Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil.


    • DOSEN                                                            

    Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. (Undang-undang nomor 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 2)
      Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. (Undang-undang nomor 14 tahun 2005, pasal 1 ayat 3)

    indeks berita

    Mendikbud Ajak Buka Posko untuk Kurangi Siswa Putus Sekolah


    Kota Depok--Mendikbud Mohammad Nuh mengajak para kepala dinas provinsi dan kabupaten/kota untuk membuka posko untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah. Sampai saat ini jumlah angka putus sekolah diberbagai jenjang masih cukup tinggi. Itu dialami bagi masyarakat dari kelompok eknomi paling rendah.
    Ajakan ini disampaikan Mohammad Nuh, Senin (11/2) siang  saat menyampaikan materi dalam acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Pusdiklat Kemdikbud, Bojongsari, Sawangan, Depok. “Pada tahun pelajaran  mendatang saya mengajak para kepala dinas untuk membuka posko-posko untuk mencari siapa siswa di wilayah Bapak, Ibu, yang tidak melanjutkan atau yang tidak sekolah pada usia sekolah. Kita cari mereka, kita ‘tangkap’ untuk kita masukkan ke sekolah,” katanya.
    Mendikbud memaparkan, secara nasional angka partisipasi kasar (APK) memang sudah cukup bagus, tapi kalao dilihat lebih detail lagi masih ada kabupaten-kabpuaten yang masih dibawah rata-rata nasional.
    Demikian juga soal angka putus sekolah masih cukup besar. Di jenjang SD dari kelompok ekonomi paling rendah masih ada sekitar 13 persen secara nasional yang tidak tamat SD, artinya mereka putus sekolah sebelum tamat, sementara dari mereka yang lulus SD sebesar 87,0 persen hanya 56,7 persen yang melanjutkan ke jenjang sekolah menengah (SMA-SMK).
    “Karena jenjang pendidikan dasar adalah wajib, maka saya mengajak para kepala dinas bekerja sama dengan para kepala sekolah dan guru di masing-masing untuk membuka posko memantau siswanya yang tidak melanjutkan ke sekolah atau putus sekolah, kita harus mencarikan jalan keluar agar mereka tetap sekolah, tidak putus sekolah,” katanya.
    Mendikbud berharap, melalui posko itulah maka ke depan, angka putus sekolah diberbagai jenjang akan bisa teratasi, sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan akan maksimal.(kem)

        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar