selamat datang CUPLIS5758

Rabu, 20 Februari 2013



Orang mukmin yang kuat lebih baik dan disukai oleh Allah SWT daripada orang mukmin yang lemah. Demikian pernyataan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Muslim. Kekuatan yang mendukung seseorang agar tampil sempurna terdiri dari kekuatan berpikir yang ditopang oleh ilmu pengetahuan, kekuatan jasmani yang sehat, dan kekuatan batin yang dilandasi iman dan taqwa. Disinilah perlunya tekad untuk membangun diri.
Kekuatan fisik yang dimiliki seseorang tidaklah dapat dipergunakan secara maksimal, apabila tidak didukung oleh pengetahuan yang cukup serta kemanpuan berpikir yang cerdas. Sebaliknya, apabila dia tidak berilmu pengetahuan yang cukup ia hanya dapat menggunakan tenaga dan kekuatannya untuk metaksanakan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya.
Demikian juga, kekuatan fisik yang sehat serta didukung oleh ilmu yang mumpuni, sehingga ia mampu manjadi peminpin yang cerdas, pada saatnya akan terjadi penyimpangan apabila tidak didukung oleh ketahanan bathin serta pendirian yang kokoh.
Karena keberhasilan yang diraihnya akan dipergunakan hanya untuk bersenang-senang, dan berfoya-foya atau mengikuti hawa nafsunya. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang merugi.
Modal Keikhlasan
Seorang mukmin yang arif, harus mampu meniti kehidupan ini dengan cerdas, mengerahkan semua potensi dirinya (berupa ilmu, kekuatan fisik dan keimanannya) untuk meraih karunia Allah SWT yang tersedia di alam yang luas ini, dalam rangka mempersiapkan diri agar ia menemukan kehidupan akhirat yang terjamin. Dalam hal ini seorang mukmin harus berjuang dengan gigih agar menjadi seorang mukmin yang mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan Allah.
Kecintaan berjihad di jalan Allah itu dimulai dari pengamalan kewajibannya sebagai seorang muslim seperti shalat pada waktunya, berpuasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, bersedekah atau berinfaq serta menunaikan ibadah haji apabila telah mampu.
Menata diri menjadi muslim yang taat membutuhkan kekuatan iman yang harus selalu diasah melalui tadzrkirah dan pendalaman agama dengan benar, serta keterbukaan batin yang ikhlas menerima pembelajaran dan petunjuk-petunjuk yang baik.
Dalam meraih karunia itu, seorang mukmin diperintahkan Allah SWT agar jangan melalaikan nasibnya atau kebutuhan hidupnya di dunia. Seorang yang kelaparan atau lemah atau sakit-sakitan sangat sulit untuk menunaikan shalatnya dengan khu-syu’, apalagi menghadiri majlis taklim atau majlis dzikir untuk mendengarkan tausiah dalam beragama. Maka pada saat kita bekerja, hendaknya kita upayakan memiliki pandangan yang jauh ke depan, seolah-olah kita hidup untuk selama-lamanya. Jangan tergoda oleh was-was syaitan, bahwa kita akan mati, maka tidak perlu berjuang.
Motivasi Diri
Memotivasi diri sebagai yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya di atas tadi, serta berpikir positif akan menjadi suatu kekuatan yang dahsyat pada diri seseorang dan bisa menjadikannya memiliki semangat kerja yang tinggi dan gigih.
Sabda Nabi SAW: “Bekerjalah untuk kehidupan duniamu, seolah-olah kamu akan hidup selamanya. Bekerjalah untuk kehidupan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok” (HR. Ibnu Asaakir).
Firman Allah SWT: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, danjanganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai arang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al A’raaf: 31).
Perintah ini agak sederhana, tetapi dalam dan berarti bagi yang mau berpikir dengan cerdas. Bagaimana seorang yang bisa menghias diri apabila ia tidak berharta? Bagaimana bisa berharta apabila tidak bekerja? Bagaimana pula bisa bekerja kalau tidak mempunyai keterampilan? Dan bagaimana memiliki keterampilan apabila tak berilmu pengetahuan?
Berarti melalui ayat ini Allah SWT mewajibkan seorang mukmin harus kuat dan kaya, serta rajin bersyukur, yang diaplikasikannya melalui shalat.
Menurut Fitrah
Kemampuan fisik kita terbatas. Sediakanlah waktu untuk istirahat dengan bertaqarrub kepada Sang Khaliq yang telah menjadikan kita (manusia). Mengadulah dalam shalat kepada-Nya dengan khusyu’ dan yakin serta berserahdiri dan mohon ampun, agar bathin kita tenang dan selalu tegar dalam bekerja.
Jangan pula saat bekerja kita pergi ke masjid atau ke mushalla untuk berdzikir berlama-lama, sehingga pekerjaan yang harus diselesaikan pada hari itu menjadi tertunda. Ingatlah, bekerja itu wajib, dan berdzikir itu sunnah. Yang sunnah tidak dapat menggugurkan yang wajib. Allah SWT memerintahkan kita lurus kepada agama, fitrah Allah (yang telah diciptakan-Nya) sesuai dengan fitrah manusia. (QS. Ar Ruum: 30).
Nabi SAW bersabda:  “Demi Allah yang diriku di  tangan-Nya, sesungguhnya adalah lebih baik bagi seseorang diantara kamu mengambil seutas tali dan memikul kayu api di punggungnya (untuk memperoleh nafkah) dari pada ia datang kepada seseorang lalu meminta-minta baik ia diberi atau tidak” (HR. Bukhari).
Sumber : Lembar Risalah An-Natijah, No. 02/Thn. XIV – 9 Januari 2009
  Modal Keikhlasan
Seorang mukmin yang arif, harus mampu meniti kehidupan ini dengan cerdas, mengerahkan semua potensi dirinya (berupa ilmu, kekuatan fisik dan keimanannya) untuk meraih karunia Allah SWT yang tersedia di alam yang luas ini, dalam rangka mempersiapkan diri agar ia menemukan kehidupan akhirat yang terjamin. Dalam hal ini seorang mukmin harus berjuang dengan gigih agar menjadi seorang mukmin yang mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan Allah.
Kecintaan berjihad di jalan Allah itu dimulai dari pengamalan kewajibannya sebagai seorang muslim seperti shalat pada waktunya, berpuasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, bersedekah atau berinfaq serta menunaikan ibadah haji apabila telah mampu.
Menata diri menjadi muslim yang taat membutuhkan kekuatan iman yang harus selalu diasah melalui tadzrkirah dan pendalaman agama dengan benar, serta keterbukaan batin yang ikhlas menerima pembelajaran dan petunjuk-petunjuk yang baik.
Dalam meraih karunia itu, seorang mukmin diperintahkan Allah SWT agar jangan melalaikan nasibnya atau kebutuhan hidupnya di dunia. Seorang yang kelaparan atau lemah atau sakit-sakitan sangat sulit untuk menunaikan shalatnya dengan khu-syu’, apalagi menghadiri majlis taklim atau majlis dzikir untuk mendengarkan tausiah dalam beragama. Maka pada saat kita bekerja, hendaknya kita upayakan memiliki pandangan yang jauh ke depan, seolah-olah kita hidup untuk selama-lamanya. Jangan tergoda oleh was-was syaitan, bahwa kita akan mati, maka tidak perlu berjuang.
Motivasi Diri
Memotivasi diri sebagai yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya di atas tadi, serta berpikir positif akan menjadi suatu kekuatan yang dahsyat pada diri seseorang dan bisa menjadikannya memiliki semangat kerja yang tinggi dan gigih.
Sabda Nabi SAW: “Bekerjalah untuk kehidupan duniamu, seolah-olah kamu akan hidup selamanya. Bekerjalah untuk kehidupan akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok” (HR. Ibnu Asaakir).
Firman Allah SWT: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, danjanganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai arang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al A’raaf: 31).
Perintah ini agak sederhana, tetapi dalam dan berarti bagi yang mau berpikir dengan cerdas. Bagaimana seorang yang bisa menghias diri apabila ia tidak berharta? Bagaimana bisa berharta apabila tidak bekerja? Bagaimana pula bisa bekerja kalau tidak mempunyai keterampilan? Dan bagaimana memiliki keterampilan apabila tak berilmu pengetahuan?
Berarti melalui ayat ini Allah SWT mewajibkan seorang mukmin harus kuat dan kaya, serta rajin bersyukur, yang diaplikasikannya melalui shalat.
Menurut Fitrah
Kemampuan fisik kita terbatas. Sediakanlah waktu untuk istirahat dengan bertaqarrub kepada Sang Khaliq yang telah menjadikan kita (manusia). Mengadulah dalam shalat kepada-Nya dengan khusyu’ dan yakin serta berserahdiri dan mohon ampun, agar bathin kita tenang dan selalu tegar dalam bekerja.
Jangan pula saat bekerja kita pergi ke masjid atau ke mushalla untuk berdzikir berlama-lama, sehingga pekerjaan yang harus diselesaikan pada hari itu menjadi tertunda. Ingatlah, bekerja itu wajib, dan berdzikir itu sunnah. Yang sunnah tidak dapat menggugurkan yang wajib. Allah SWT memerintahkan kita lurus kepada agama, fitrah Allah (yang telah diciptakan-Nya) sesuai dengan fitrah manusia. (QS. Ar Ruum: 30).
Nabi SAW bersabda:  “Demi Allah yang diriku di  tangan-Nya, sesungguhnya adalah lebih baik bagi seseorang diantara kamu mengambil seutas tali dan memikul kayu api di punggungnya (untuk memperoleh nafkah) dari pada ia datang kepada seseorang lalu meminta-minta baik ia diberi atau tidak” (HR. Bukhari).
Sumber : Lembar Risalah An-Natijah, No. 02/Thn. XIV – 9 Januari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar