selamat datang CUPLIS5758

Rabu, 01 Mei 2013

Aktivis HAM diindonesia


MUNIR

 

 

Nama Asli Munir Said Thalib Nama Panggilan Nama Populer Munir Tempat/Tanggal Lahir Malang, Jawa timur, Indonesia, 8 Desember 1965

BIOGRAFI

Munir Said Thalib adalah tokoh aktivis HAM Indonesia.Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.

Munir meninggal di Jakarta ketika ingin ke Amsterdam, 7 September 2004. Hasil otopsi menyatakan menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum di makanan Munir. Jenazah aktivis HAM ini pun dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu. Tersangka pembunuhan Munir adalah Pollycarpus Budihari Priyanto seorang pilot Garuda.

Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus.

Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto  dan diadilinya para anggota tim Mawar.

Sejak 2005, tanggal kematian Munir 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Organisasi
  • Sekretaris BPM FH Unibraw (1998)
  • Ketua Senat Mahasiswa FH Unibraw (1989)
  • Anggota HMI
  • Sekretaris Al Irsyad Kabupaten Malang (1988)
  • Divisi Legal Komite Solidaritas untuk Marsinah
  • Sekretarsi Tim Pencari Fakta Forum Indonesia Damai.

Penghargaan
  • Man of The Year versi majalah Ummat (1998)
  • Salah seorang dari 20 pemimpin politik muda Asia pada milenium baru dari Majalah Asiaweek (Oktober 1999)
  • Right Livelihood Award 2000, Penghargaan pengabdian bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer (Swedia, 8 Desember 2000)
  • Mandanjeet Singh Prize, UNESCO, untuk kiprahnya mempromosikan Toleransi dan Anti-Kekerasan (2000)
  • Salah satu Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (Majalah Asiaweek, Oktober 1999)
  • Man of The Year versi majalah Ummat (1998).
  • Suardi Tasrif Awards, dari Aliansi Jurnalis Independen, (1998) atas nama Kontras
  • Serdadu Awards, dari Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta (1998)
  • Yap Thiam Hien Award (1998)
  • Satu dari seratus tokoh Indonesia abad XX, majalah Forum Keadilan

Kasus Yang Pernah Ditangani :
  • Penasehat Hukum dan anggota Tim Investigasi Kasus Fernando Araujo, dkk, di Denpasar yang dituduh merencanakan pemberontakan melawan pemerintah secara diam-diam untuk memisahkan Timor-Timur dari Indonesia; 1992
  • Penasehat Hukum Kasus Jose Antonio De Jesus Das Neves (Samalarua) di Malang, dengan tuduhan melawan pemerintah untuk memisahkan Timor Timur dari Indonesia; 1994
  • Penasehat Hukum Kasus Marsinah dan para buruh PT. CPS melawan KODAM V Brawijaya atas tindak kekerasan dan pembunuhan Marsinah, aktifis buruh; 1994
  • Penasehat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
  • Penasehat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk pemecatannya sebagai dosen, Jakarta; 1997
  • Penasehat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus subversi, Jakarta; 1997
  • Penasehat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus subversi, Surabaya;1996
  • Penasehat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus perburuhan PT. Chief Samsung; 1995
  • Penasehat Hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion dalam kasus pemogokan di Sidoarjo, Jawa Timur; 1993
  • Penasehat Hukum DR. George Junus Aditjondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap pemerintah, Yogyakarta; 1994
  • Penasehat hukum Muhadi (seorang sopir yang dituduh telah menembak polisi ketika terjadi bentrokan antara polisi dengan anggota TNI AU) di Madura, Jawa Timur; 1994
  • Penasehat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
  • Penasehat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
  • Penasehat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi Semanggi I dan II; 1998-1999
  • Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
  • Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku
  • Penasehat Hukum dan Koordinator Advokat HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua (bersama KontraS)

Karier

  • Karier Kerja Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial (0)
  • Karier Kerja Pendiri Komosi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) (0)
  • Karier Kerja Koordinator Badan Pekerja (1996)
  • Karier Kerja Ketua Dewan Pengurus KONTRAS (2001)
  • Karier Kerja Koordinator Badan Pekerja KONTRAS ( (1998)
  • Karier Kerja Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998)
  • Karier Kerja Wakil Ketua Bidang Operasional YLBHI (1997)
  • Karier Kerja Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996)
  • Karier Kerja Direktur LBH Semarang (1996)
  • Karier Kerja Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993)
  • Karier Kerja Koordinator Divisi Pembunuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992)
  • Karier Kerja Ketua LBH Surabaya Pos Malang (0)
  • Karier Kerja Relawan LBH Surabaya (1989)








    Selasa, 7 September 2004, Munir, yang kala itu menjabat sebagai Direktur Eksekutif  Imparsial (Pemantau HAM Indonesia) berangkat dari Jakarta menuju ke Amsterdam, Belanda. Ia rencananya akan melanjutkan kuliah di Universitas Utrecht mengambil jurusan S2 Hukum. Selembar tiket pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 974 sudah ia pegang. Munir yang duduk di kelas ekonomi akhirnya bertukar tempat dengan Pollycarpus dan duduk di kursi nomor 3K kelas bisnis. Namun naas, sebelum pesawat mendarat sampai tujuan, Munir dinyatakan meninggal. Padahal sebelum berangkat Munir dalam keadaan baik-baik saja. Sempat beberapa kali ke toilet dan mengeluh sakit perut, akhirnya jiwa Munir tidak tertolong. Munir dinyatakan meninggal di dalam pesawat.
    Mungkinkah terselip sebuah skenario busuk untuk mencelakai pahlawan pembela HAM ini? Sampai saat ini pun kasus Munir tidak pernah terungkap kejelasannya. Otopsi yang dilakukan oleh Institut Forensik Belanda (NFI) beberapa saat setelah mendarat di bandara Amsterdam mengindikasikan terdapat racun arsenik dalam dosis mematikan pada jasad Munir. Racun arsenik adalah unsur kimia yang lazim ditemukan pada pestisida, insektisida dan herbisida. Arsenik dalam dosis besar menyebabkan mual, diare, muntah, koma dan berujung pada kematian. Hebatnya, arsenik ini tidak berasa, tidak berwarna dan menyerang langsung ke sistem pencernaan . Saat di pesawat ia mengeluh sakit perut dan bolak balik ke toilet, dari sini dapatkah disimpulkan bahwa gejala yang dialami Munir merupakan efek dari arsenik? Kok bisa ada arsenik dalam tubuh Munir? Apakah ada yang sengaja meracuni Munir?
    Pertanyaan-pertanyaan di atas tentu menjadi sebuah teka-teki seputar kematian pejuang HAM tersebut. Teka-teki yang sangat panjang dan melelahkan sampai sewindu kematiannya pun belum ada titik terang siapa pelaku sebenarnya. 12 September 2004 jenazah Munir dimakamkan di Batu Malang, Jawa Timur. Kematian Munir yang mendadak mengundang banyak reaksi dari masyarakat dan para tokoh-tokoh pejuang HAM lainnya. LSM Kontras (Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) yang menjadi senjata Munir dalam menyuarakan kebebasan HAM mendesak pemerintah yang masih dipimpin SBY mengusut tuntas kematian Munir yang tidak wajar. Istri Munir, Suciwati berada dalam garda terdepan yang menuntut kasus kematian suaminya diselidiki.
    Kasus kematian Munir membuat Polri, yang saat itu masih dipimpin oleh Kapolri Dai Bachtiar harus membentuk dan mengirim tim khusus forensik ke Belanda untuk meminta dokumen asli hasil otopsi jenazah Munir. Tidak hanya Polri, bahkan DPR berinisiatif meminta pemerintah membentuk Tim Investigasi  Independen dan Tim Pencari Fakta. Begitu banyak tim yang dibentuk waktu itu tapi sayang hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Demo-demo yang dikomandoi Kontras dan Lembaga Imparsial menuntut kasus ini diselesaikan, sepertinya cuma buang-buang suara saja.
    Dari hasil tim investigasi tersebut hanya memunculkan nama Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang tidak bertugas sebagai tersangka utama. Pollycarpus hanya orang yang kebetulan bertukar tempat duduk dengan Munir saat di dalam pesawat. Tarik ulur kasus kematian Munir yang tidak selesai sampai hari ini tentu memunculkan sebuah misteri panjang. Banyak pihak yang memunculkan hipotesis bahwa nyawa Munir sengaja dilenyapkan oleh pihak-pihak yang merasa terganggu dengan perjuangan Munir terkait pengusutan penculikan mahasiswa dalam tragedi Semanggi 1998 oleh Tim Mawar Kopassus. Seperti diketahui, Munir bersama LSM Kontras kala itu sedang menangani kasus penculikan para aktivis mahasiwa.
    Well, siapapun tokoh intelektualnya, yang jelas kasus kematian Munir menambah panjang deretan kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak pernah selesai di Indonesia dan menambah catatan buruk pemerintah dalam penegakan HAM di tanah air. Kasus kematian dengan diracun zat arsenik yang dialami oleh Munir merupakan kasus ketiga dalam sejarah tokoh dunia, setelah Napoleon Bonaparte dari Perancis dan Huo Yuanjia dari Cina.




www.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar